ASSALAMUALAIKUM WR.WB

Sabtu, 24 Juli 2010

Sungai Carang Korban Ekploitasi Pertambangan

Sungai Carang Korban Eksploitasi Pertambangan

Oleh Budi Gunawan

Mahasiswa STISIPOL RAJA HAJI/Ketua KAMMI Komisariat STISIPOL Raja Haji

Nama Sungai Carang mungkin sudah dikenal oleh sebagian penduduk Tanjungpinang, akan tetapi pernahkah kita membaca atau mendengar historis dari sungai tersebut sebagai jalur perdagangan yang strategis pada masa kerajaan Johor Riau. Kemudian Bagaimana perkembangan perairan sungai ini pada masa kerajaan melayu dibandingkan dengan sungai carang pada saat ini? Penulis berusaha mencoba menjelaskan kondisi perairan sungai carang pada masa lalu dan masa sekarang.

Strategisme Sungai Carang

Kondisi Sungai Carang sangat berperan dalam jalur perdagangan pada masa Kerajaan Johor Riau. Hal ini disebabkan karena Sultan Abdul Jalil Syah III (1623-1627) pada masa itu memerintahkan kepada Laksamana Abdul Jamil membuka satu negeri baru di hulu Sungai Carang. Dengan dibukanya kota baru tersebut berimplikasi pada bidang ekonomi, sosial dan politik. Perkembangan selanjutnya, kondisi Sungai Carang dipenuhi dengan jalur lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Daerah yang berdekatan dengan Sungai Carang terbias dengan kegiatan perekonomian pada masa itu, sehingga dipinggiran sungai carang banyak ditempati oleh penduduk yang berasal dari dalam dan luar. Karena Strategisnya perairan ini, perahu yang berlabuh di sungai tersebut mencapai 500-600 buah termasuk diantaranya kapal-kapal besar.Alasan dibukanya kota baru dan posisi pusat pemerintahan Johor Riau di hulu Sungai Carang dikarenakan karena sungai carang begitu strategis dan terlindungi secara total oleh Pulau Penyengat sebagai pusat pertahanan kerajaan untuk menghadapi ancaman dari luar.

Akan tetapi pada tahun 1787, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah III dengan Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji(1777-1784) memutuskan untuk memindahkan pusat Kerajaan Riau dari Hulu Riau(Hulu Sungai Carang) ke Pulau Lingga maka secara tidak langsung jalur aktivitas perdagangan di Sungai Carang mulai berkurang serta peranan sungai tersebut dalam peningkatan kegiatan ekonomi, politik dan sosial semakin kecil bahkan setelah perpindahan Kerajaan Riau ke Lingga, perairan Sungai Carang menjadi sepi.

Melihat dari kondisi sejarah diatas, Sungai Carang pernah menjadi jalur perairan strategis layaknya selat malaka meskipun euforia tersebut tidak berlangsung lama hanya sampai pada masa sultan Mahmud Syah III. Akan tetapi kita bisa membayangkan seberapa besar peranan Sungai Carang dalam aktivitas politik, ekonomi serta yang paling utama perekonomian didaerah tersebut.

Bagaimana Sungai Carang Sekarang?

Sebelumnya penulis sudah sedikit menggambarkan kondisi Sungai Carang menurut pengetahuan penulis berdasarkan referensi pustaka , penulis tidak berniat mengajarkan kepada pembaca akan tetapi penulis merasa ingin memberikan informasi mengenai histori Sungai Carang meskipun pengetahuan penulis terbatas. Melihat dari pertanyaan diatas, bagaimana kondisi Sungai Carang pada saat ini. Sebelum menjawab pertanyaan diatas, penulis berkeinginan memberikan gambaran dimana lokasi Sungai Carang. Menurut sepengetahuan penulis Sungai Carang tepatnya berada di Belakang Rumah Sakit Provinsi yang sedang dibangun pada kilometer 8 jalan baru Tanjungpinang. Sepanjang perjalanan melewati sungai carang terdapat hutan mangrove yang cukup menjanjikan sebagai kawasan objek pariwisata. Jika Hutan Mangrove ini dipelihara dan dilestarikan maka tidak mungkin menjadi objek penting bagi wisatawan domestik maupun manca negara untuk sekedar menikmati keindahan hutan mangrove dan keindahan alamnya. Ditambah lagi, terdapat aset bersejarah berupa puing-puing bangunan pemerintahan kerajaan Johor Riau yaitu Istana Kota Lama yang berada di sebelah kiri Sungai Carang. Tidak hanya itu saja, Makam Daeng Marewa dan Daeng Celak yang dipertuan muda I dan II terdapat di kawasan ini melaui perairan Sungai Carang apabila menggunakan boat kecil atau pancung. Jika dulu Sungai Carang berperan penting dalam kegiatan ekonomi , politk dan sosial akan tetapi sungai carang terkini menjadi saksi sejarah Kejayaan Kerajaan Johor Riau dan penghubung bagi pengunjung yang ingin melihat bekas bangunan Istana Kota Lama dan berziarah ke Makam Daeng Marewa serta Daeng Celak.

Akan tetapi, deskripsi kondisi sungai Carang akan sangat indah dicerna oleh mata apabila tidak ada aktivitas pertambangan bauksit yang lokasinya berdekatan dengan puing bangunan Kota lama yang jaraknya lebih kurang 100 meter. Ditambah lagi perairan Sungai Carang menguning akibat aktivitas pertambangan bauksit. Sangat disayangkan, Sungai Carang yang dipenuhi dengan hutan mangrove sebagai salah satu prospek kedepan bagi objek pariwisata di Tanjungpinang dicemari dengan menguningnya air di perairan Sungai Carang. Hutan Mangrove pada hakikatnya sebagai tempat tinggal berbagai jenis ikan maupun biota laut didalamnya tidak dapat hidup dikarenakan keruhnya air. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah setempat, maka tidak mungkin sungai carang akan menjadi sebuah nama tanpa ada keindahan lingkungan yang menjadi bagian dari sungai tersebut. Apalagi jika pertambangan bauksit terus dilanjutkan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan hidup disekitar Sungai Carang , dapat dipastikan ekosisitem Sungai Carang akan punah dan berpengaruh pada perkembangan hutan mangrove kedepannya.

Sebagai generasi muda penulis menyayangkan dengan aktivitas pertambangan bauksit yang tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Ditambah lagi jarak antara lokasi bangunan Kota Lama dengan pertambangan bauksit lebih kurang 100 meter dari aktivitas pertambangan. Jika bekas bangunan tersebut yang menjadi bukti sejarah bahwa pernah ada pusat pemerintahan pada masa Kerajaan Johor Riau tidak segera dilindungi dan dipelihara oleh pemerintah daerah maka tidak mungkin bangunan bersejarah ini akan digerus oleh pertambangan bauksit.

Langkah Apa Yang Harus Dilakukan

Menjadi suatu bagian pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah kota Tanjungpinang untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Di Satu sisi aktivitas pertambangan menjadi income bagi kas pemerintah kota Tanjungpinang akan tetapi disisi lainnya menjadi bomerang pemerintah sendiri dalam keseimbangan ekosistem perairan di Sungai Carang ditambahkan lagi wilayah tersebut merupakan bagian dari sejarah jalur perdagangan yang strategis pada masa kerajaan Johor Riau. Diperlukan tindakan yang tegas serta bijaksana untuk mengeluarkan suatu kebijakan oleh pemerintah kota bersama anggota dewan terkait untuk membahas serta menghasilkan keputusan sehingga dampak dari pencemaran penambangan bauksit dapat diminimalisir .

Pemerintah kota bersama anggota dewan tidak hanya sebatas mengeluarkan suatu kebijakan yang membatasi kegiatan pertambangan bauksit di Sungai Carang akan tetapi diperlukan pengawasan pasca diimplementasikannya suatu kebijakan dari keputusan bersama antara eksekutif dan legislatif daerah serta melindungi ekosistem di perairan Sungai Carang melalui dinas-dinas terkait.

Pihak yang terlibat dalam aktivitas pertambangan bauksit hendaknya diselidiki dan diberikan sanksi apabila telah melanggar hukum berkaitan dengan pencemaran lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai akibat aktivitas pertambangan sehingga menjadi pelajaran bagi pihak terkait lainnya bahwa melestarikan lingkungan hidup merupakan bagian yang diprioritaskan dalam menjaga dan melindungi ekosistem yang terdapat di kawasan Sungai Carang. Meskipun aktivitas penambangan bauksit sebagai salah satu pendapatan bagi penambahan kas pemerintah kota hendaknya pemerintah juga harus mencermati dan memikirkan dampak yang akan terjadi kedepan apabila kegiatan penambangan ini dilakukan secara berkelanjutan. Apalagi di kawasan pinggiran Sungai Carang terdapat aset bersejarah berupa bekas bangunan kota lama yang menjadi bukti kejayaan pemerintahan Johor Riau.

Apabila permasalahan ini tidak ditindaklanjuti secara tepat dan bijaksana oleh pemerintah daerah maka Sungai Carang akan menjadi salah satu contoh pencemaran air dari dampak pertambangan bauksit serta menambah catatan hitam dalam melestarikan lingkungan hidup. Tentu sangat disayangkan apabila permasalahan ini sekedar angin lalu tanpa ditindaklanjuti. Generasi kedepannya tidak akan merasakan indahnya perairan Sungai Carang yang diselingi hutan mangrove akan tetapi diperlihatkan menguningnya air di Sungai Carang. Sungai Carang yang dahulunya menjadi penghubung jalur lalu lintas perdagangan yang strategis kini menjadi sungai yang terinfeksi pertambangan bauksit.

Sekali lagi penulis tidak berniat untuk mengajarkan kepada pembaca akan tetapi penulis merasa tersentak dan terkejut ketika melihat dampak dari aktivitas pertambangan diwilayah Sungai tersebut. Penulis mengharapkan kesadaran kita bersama bahwa lingkungan hidup merupakan bagian dari kehidupan kita. Keindahan lingkungan alam bermula dari kesadaran diri kita untuk menjaga dan melindungi alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar